KESESI – Kota dengan slogan Kota Santri, Kabupaten Pekalongan memiliki keragaman budaya dan adat. Masuknya arus modernisasi ke Kabupaten Pekalongan, tidak lantas melunturkan keduanya. Hal itu dibuktikan dengan tradisi ruwat bumi atau legenonan di seluruh wilayah Kabupaten Pekalongan yang tetap digelar sampai sekarang.
Acara ruwat bumi ini merupakan wujud syukur atas limpahan berkah dari Sang Maha Kuasa terutama aktifitas dalam bidang pertanian. Dengan digelarnya ritual ruwat bumi, diharapkan masyarakat desa mendapatkan keselamatan dan para petani mendapatkan panen yang melimpah.
Salah satu desa di Kabupaten Pekalongan yang menggelar ruwat bumi adalah Desa Karangrejo Kecamatan Kesesi. Acara yang di gelar selama dua hari di bulan Legeno ini dihadiri oleh seluruh masyarakat sekitar. Dari pemerintah desa termasuk sesepuh dan tokoh masyarakat. Mereka mengenakan pakaian tradisional saat datang Balai Desa tempat dimana ritual ruwat bumi berlangsung.
Desa Karangrejo merupakan salah satu desa yang mrlaksanakan ruwat bumi dengan ritual lengkap. Kalau selama ini ruwat bumi dilaksanakan dengan menggelar wayang semalam suntuk, namun tahun 2023 ini desa Karangrejo melaksanakan ritual ruwat bumi dengan lengkap.
Ritual hari pertama dimulai dengan doa bersama atau istoghosah dan siwer desa. Hal yang menarik disini adalah siwer yaitu ritual berjalan kaki untuk berkeliling sepanjang desa Karangrejo sembari melantunkan doa-doa tolak balak agar marabayaha dapat sirna dari desa.
Menurut ketua panitia ruwat bumi Desa Karangrejo, Nurdin mengatakan acara rutin tahunan ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Desa Karangrejo dengan seluruh elemen masyarakat.
“Setelah istighosah, malam jumat kemarin (01/06/2023) kami mengadakan siwer desa atau baritan yang diikuti oleh seluruh masyarakat desa Karangrejo”, kata Nurdin.
Siwer desa diikuti oleh Pemerintah Desa Karangrejo dan semua unsur masyarakat yang telah dianggap dewasa. Dan ritual keliling desa ini dlaksanakan mulai pukul 22:00 dan berkahir pukul 02:00 dini hari.
Banyak pihak yang mengapresiasi tradisi siwer desa ini. Karena sebagian wilayah kegiatan mengelilingi desa dengan berjalan kaki ini sudah mulai ditinggalkan.
Pelaksanaan ruwat bumi di hari yang kedua dilaksanakan dengan lomba kirab gunungan. Desa Karangrejo yang terdiri dari tiga dusun, tiap RW mengirimkan gunungan yang terdiri dari hasil pertanian desa setempat. Kirab gunungan hasil bumi ini juga diikuti oleh seluruh elemen pemuda dan orang tua dengan menghadirkan gunungan yang cantik dan sajian atraksi kesenian untuk dinilai oleh dewan juri.
Masyarakat yang tidak mengikuti kirab gunungan, mereka membawa makanan dan lauk pauk yang dikenal dengan ancak legenonan yang dibawa ke balai desa untuk dijadikan satu dan doa bersama sekaligus pengumuman pemenang lomba kirab gunungan. Setelah itu masyarakat membawa pulang kembali ancak legenonan dengan menukar ancak dari warga lain. Hal ini mempunyai filosofi untuk mempererat persaudaraan antar warga untuk menjunjung tinggi adat gotong royong dan paseduluran.
Kepala Desa Karangrejo, Didik Puji Leksono menambahkan pihaknya merasa bersyukur kegiatan legenonan ini telah berjalan sesuai jadwal. Sehingga diharapkan menjadi persatuan dan kegotongroyongan bagi masyarakat desa Karangrejo.
“Ruwat bumi ini untuk mensyukuri, menikmati apa yang sudah kita dapatkan dari hasil bumi terutama hasil panen lebih bagus lagi”, terang Didik.
Malam harinya (03/06/2023) panitia ruwat bumi menggelar puncak acara dengan suguhan wayang golek semalam suntuk oleh ki Dalang Wiyono dari Bojong dengan lakon Babad Alas Gambiran. Sebelum wayang dimulai terlebih dahulu di isi dengan sambutan dari ketua panitia, Kepala Desa Karangrejo, penyerahan hadiah lomba kirab gunungan. Juara lomba kirab gunungan diraih oleh RW 2 sebagai juara pertama. Juara kedua disabet oleh RW 3 dan ketiga oleh RW 1 yang masing masing mendapatkan trophy dan uang pembinaan. Usai penyerahan hadiah, selanjutnya Kepala Desa Karangrejo menyerahkan secara simbolis kepada sang Dalang sebagai tanda dimulainya pagelaran wayang semalam suntuk. (GUS)