Batang Jamkesnews – Suroto (63), seorang warga Banyuputih, Batang menjadi saksi nyata bagaimana perjuangan menghadapi penyakit dapat diringankan dengan dukungan BPJS Kesehatan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Perjalanan panjangnya melawan penyakit jantung dan gagal ginjal yang mengharuskannya menjalani hemodialisa rutin, penuh dengan liku-liku dan pengorbanan, termasuk keputusan berat menjual sawah, satu-satunya aset berharga keluarga.
Pada tahun 2013, Suroto didiagnosis menderita penyakit jantung. Kabar ini mengejutkan keluarganya termasuk istrinya Khunaenah (56) yang selalu mendampinginya, terutama karena biaya pengobatan yang sangat besar. Setiap bulan, Suroto harus mengeluarkan sekitar Rp 2,5 juta untuk biaya kontrol dan pengobatan. Bagi Suroto dan keluarganya, jumlah ini sangat memberatkan.
“Kami tidak punya banyak pilihan. Sawah yang selama ini menjadi sumber penghasilan utama keluarga terpaksa kami jual untuk membiayai pengobatan saya. Tidak ada yang lebih berharga daripada kesehatan suami saya,” ujar Khunaenah mengenang masa sulit itu.
Sawah tersebut merupakan aset berharga satu-satunya yang dimiliki menjadi tumpuan hidup. Namun, demi kesehatan dan harapan hidup yang lebih baik, Suroto dan istrinya rela melepaskan aset tersebut. Meski berat, keputusan ini diambil dengan harapan dapat memberikan kesempatan bagi Suroto untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik dan memperpanjang harapan hidupnya.
“Saat itu, belum ada BPJS Kesehatan. Setiap kali ke rumah sakit, kami harus siap dengan biaya yang sangat besar. Namun, kami harus tetap mengusahakannya demi kesehatan suami saya,” lanjutnya.
Pada tahun 2014, pemerintah memperkenalkan BPJS Kesehatan, yang menjadi titik terang bagi banyak keluarga di Indonesia, termasuk keluarga Suroto. Atas saran dokter yang merasa prihatin dengan kondisi finansial mereka, Suroto dianjurkan untuk mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Dokter tersebut meyakinkan Suroto dan keluarganya bahwa tidak ada perbedaan dalam perlakuan medis antara pasien umum dan peserta BPJS Kesehatan.
Di bulan Juni 2014, Suroto bersama keluarganya resmi mendaftar sebagai peserta mandiri BPJS Kesehatan. Sejak saat itu, mereka rutin membayar iuran setiap bulan, sebuah komitmen yang menurut mereka sangatlah ringan dibandingkan dengan beban biaya pengobatan yang dulu harus mereka tanggung.
“Dengan BPJS Kesehatan, kami merasa lebih tenang. Tidak ada lagi kekhawatiran tentang biaya pengobatan yang besar seperti dulu. Sekarang kami bisa fokus pada kesembuhan suami tanpa harus memikirkan bagaimana cara membayar biaya rumah sakit,” ujar Khunaenah dengan rasa syukur.
Namun, perjalanan kesehatan Suroto tidak berhenti sampai disitu. Pada tahun 2021, ia kembali diuji dengan penyakit baru. Kali ini, Suroto didiagnosis menderita gagal ginjal kronis yang mengharuskannya menjalani hemodialisa setiap minggu. Prosedur hemodialisa adalah langkah penting untuk membersihkan darah dari racun dan kelebihan cairan ketika ginjal tidak lagi mampu melakukannya sendiri.
Awalnya, Suroto harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama 17 hari untuk memulai pengobatan hemodialisa. Selama beberapa bulan pertama, ia juga sering menjalani rawat inap akibat komplikasi yang timbul dari kondisi kesehatannya. Namun, semua biaya perawatan tersebut sepenuhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
“Saya sangat khawatir ketika dokter mengatakan bahwa suami saya harus menjalani hemodialisa. Namun, berkat BPJS Kesehatan, semua biaya pengobatan ditanggung. Kami tidak pernah ditagih biaya sepeser pun, semuanya gratis,” lanjut Khunaenah.
Saat ini, Suroto sudah tidak lagi bekerja karena harus fokus menjalani perawatan dan kontrol kesehatan secara rutin. Istrinya, Khunaenah, selalu setia mendampingi suaminya dalam setiap sesi hemodialisa di rumah sakit, sehingga ia pun tidak dapat bekerja. Iuran BPJS Kesehatan mereka kini dibantu oleh anak-anak mereka, yang turut peduli dengan kondisi orang tua mereka.
“Kami merasa sangat terbantu dengan adanya BPJS Kesehatan. Dengan BPJS, saya tidak perlu lagi memikirkan biaya sebesar dulu. Semua pelayanan kesehatan yang kami butuhkan berjalan dengan lancar, tanpa ada masalah,” ujar Khunaenah dengan nada penuh kelegaan.
Khunaenah pun menambahkan bahwa tanpa BPJS Kesehatan, mereka mungkin tidak akan mampu bertahan menghadapi situasi sulit ini. Kehadiran program ini telah meringankan beban finansial mereka secara signifikan, memungkinkan mereka untuk fokus pada pemulihan Suroto tanpa harus terus-menerus khawatir tentang biaya.
“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib suami saya tanpa BPJS. Biaya pengobatan yang besar menjadi lebih ringan dengan adanya BPJS Kesehatan. Kami sangat bersyukur,” pungkasnya. (ns)