KAJEN – Suhu politik di Kota Santri semakin memanas setelah dimulainya tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh KPU. Salah satunya adalah pembukaan pendaftaran bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan yang telah ditutup beberapa waktu lalu. Dua partai besar dalam parlemen DPRD Kabupaten Pekalongan yaitu PKB dan PDI Perjuangan telah menerima beberapa bakal calon untuk mengisi formasi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan. Semua warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat berhak mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah namun penentuan kebijakan dan turunnya rekomendasi ditetapkan oleh masing-masing DPP dari tiap partai. Tugas pengurus daerah dan wilayah sebatas mengusulkan nama calon kepala dan wakil kepala daerah.
Petahana dari partai Golkar yang memiliki 9 kursi di parlemen justru memilih mendaftarkan dirinya lewat PKB dan PDI Perjuangan. Bupati Fadia maju kembali sebagai bakal calon bupati pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 dengan harapan mendapatkan rekomendasi dari dua partai tersebut. Dari kubu PKB bahkan sudah memberikan sinyal Fadia akan dipasangkan calon wakil dari internal partai, Sukirman. Sedangkan PDI Perjuangan sampai saat ini belum ada tanda-tanda siapa yang akan muncul sebagai calon penerima rekomendasi dari DPP.
Bagaimana dengan partai kecil yang memiliki kursi di parlemen pada kisaran 2 – 4 kursi seperti PPP, PKS, Gerindra dan PAN? Berhembus kabar PPP yang memiliki 4 kursi di parlemen akan berkoalisi dengan PDI Perjuangan yang memang membutuhkan partai koalisi untuk memenuhi ambang batas parlemen. Padahal sebelumnya empat partai dengan perolehan jumlah kecil sudah melakukan komunikasi politik untuk bersatu dalam satu koalisi.
Reporter rasikapekalongan.com sempat mengkonfirmasi kepada Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Pekalongan, Sumar Rosul terkait adanya isu koalisi PPP terhadap partai berlambang banteng. Namun dirinya memberikan jawaban singkat agar mengkonfirmasi langsung kepada Ketua DPC PPP, Mirza Kholiq.
Sementara itu ketua DPC PPP Kabupaten Pekalongan, Mirza Kholiq saat di temui diruang kerjanya pada Senin (27/05/2024) menampik kabar tersebut. Dirinya mengatakan suhu politik menjelang Pilkada saat ini memang sudah mulai panas namun dinamis. Sehingga perubahan iklim politik di Kota Santri dapat berubah kapan saja.
“Kalau untuk koalisi sampai hari ini saya belum bertemu dengan baik itu calon dari PDI P, maupun dari struktur PDIP, sampai sekarang belum ada pertemuan yang membahas masalah itu (koalisi). Kalau dengan partai lain, kita kemarin beberapa hari yang lalu itu ketemu dengan dari Golkar. Itupun membicarakan kedepan akan kemana yang intinya mengajak untuk bareng-bareng di Pilkada”, jelasnya.
Namun Mirza menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pengurus wilayah dan DPP. Dalam hal ini dirinya selaku ketua DPC belum dapat memutuskan arah koalisi dalam Pilkada mendatang. Dirinya juga menegaskan pihaknya juga belum pernah dihubungi oleh PDIP.
“Yang jelas saya selaku ketua DPC, pemegang partai paling bawah setelah DPP dan DPW sampai sekarang saya belum menentukan sikap. Kita lihat calon-calon mana yang sekiranya bisa berjalan bareng. Saya selaku ketua partai tentunya selalu memikirkan partai kedepan dan tidak memikirkan pribadi”, tambah dia.
Penentuan dukungan PPP dalam Pilkada mendatang, jelas Mirza, juga harus melihat kondisi lapangan dan yang di dukung semestinya ada peluang besar untuk lolos mendapatkan kemenangan. Pengurus partai dalam waktu dekat akan mengadakan rapat koordinasi internal terlebih dahulu.
Sebelumnya partai dengan lambang ka’bah merupakan satu diantara 4 partai yang sudah melakukan komunikasi politik guna menghadapi Pilkada serentak. Bahkan komunikasi politik ini juga melibatkan 4 partai non parlemen. Namun beberapa sumber mengatakan salah satu partai yang telah menjalin komunikasi tersebut ada yang telah melangkah sendiri untuk menjalin koalisi dengan partai Golkar.
“Kalau yang nyebrang siapa saya ndak tahu juga kan? Karena di pertemuan pertama seharusnya ditindaklanjuti dengan pertemuan berikutnya. Namun sampai saat ini belum ada pertemuan selanjutnya. Kalau ada isu-isu ada partai yang sudah ngeblok kemana ataupun kemana itu kok saya kurang tahu juga”, ungkapnya.
Apakah ini pertanda komunikasi politik empat partai tersebut sudah tidak solid lagi, Mirza Kholiq justru mengembalikan jawaban kepada kawan-kawan media untuk menilainya.
“Kalau saya sebagai pelaku dipertemuan itu sampai sekarang kan belum ada dibubarkan ataupun berjalan sendiri-sendiri. Kan seperti itu. Jadi silahkan hubungi juru bicara yang ditunjuk dalam pertemuan itu”, pungkasnya.
Yang perlu diperhatikan adalah salah satu data yang dapat menjadi acuan terkait pemenang dalam pesta demokrasi di Indonesia yaitu suara koalisi partai politik (parpol) dibalik pasangan calon. Kekuatan koalisi parpol dibalik pasangan calon (paslon) menjadi faktor kemenangan dalam Pilkada nanti. Walaupun koalisi dengan suara terbesar belum tentu dapat memenangkan calon pemimpin yang diusung.
Pertarungan para calon dalam Pilkada mendatang diprediksi akan diikuti oleh konfigurasi elit politik dan pengusaha di sekelilingnya. Partai politik, kekuatan-kekuatan politik, kelompok bisnis menyadari perlunya segera melakukan manuver agar tidak terlambat “bermain” dalam mempengaruhi kontestasi Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan demi kepentingan politik dan bisnisnya.
Para tokoh partai politik juga telah melakukan safari, saling bertemu, bersilaturahmi, menjajaki berbagai kemungkinan. Fenomena yang terlihat saat ini sangat dinamis, berproses dan berubah. Mengutip kalimat Presiden Jokowi saat berpesan kepada para relawan pendukungnya dalam Pilpres yang lalu untuk “tidak tergesa-gesa” (ojo kesusu) untuk mengambil posisi politik, karena perkembangan masih sangat dinamis. (GUS)