BALI – Presiden Joko Widodo marah saat memberikan pengarahan kepada menteri kabinet, kepala lembaga, kepala daerah dan kepala BUMN terkait aksi afirmasi bangga buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3). Kemarahan Jokowi muncul saat mengetahui masih banyak kementerian dan lembaga yang impor barang dan jasa dari luar negeri.
Saat memberikan pengarahan itu, Jokowi menyoroti sejumlah kementerian dan lembaga yang masih gemar impor dalam pengadaan barang dan jasa. Padahal, kebanyakan produk yang diimpor itu sudah ada di Indonesia.
“Saya cek itu, masa CCTV beli impor, di dalam negeri kan ada yang bisa produksi. Dipikir kita bukan negara maju, CCTV saja impor,” tegas Jokowi.
Ada juga pengadaan seragam, sepatu, alat kesehatan, alat pertanian hingga buku tulis, pensil dan ballpoint yang juga impor. Padahal menurut Jokowi, semua produk itu banyak dibuat di Indonesia.
“Barang-barang itu kita produksi di mana-mana, di berbagai daerah di Indonesia ada. Tapi kok impor. Bodoh sekali kita. Stop, ini jangan diterus-teruskan,” ucapnya.
Jokowi mengingatkan, pemerintah sudah menetapkan bahwa 40 persen anggaran baik APBN maupun APBD digunakan untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Caranya adalah dengan membeli produk-produk karya bangsa sendiri seperti produk dari UMKM.
“Saya minta ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dorong UMKM di daerah untuk masuk segera ke e-katalog. Masukkan sebanyak-banyaknya.
Kepala daerah, ambil UMKM kita yang kualitasnya baik, segera masukkan ke e-katalog. Gunakan anggaran itu untuk membeli produk mereka,” tegas Jokowi.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang juga hadir dalam acara itu mengatakan, arahan presiden sangat clear. Kita harus menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan kekuatan bangsa sendiri.
“Kalau 40 persen anggaran baik APBN maupun APBD digunakan untuk membeli produk-produk dalam negeri khususnya UMKM, maka ini betul-betul bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Ganjar sepakat dengan Jokowi, bahwa sudah saatnya Indonesia bangga pada produk dalam negeri. Banyak industri dalam negeri dan juga UMKM yang produknya tidak kalah dengan produk impor.
“Namun ada juga yang harus kita dampingi, apakah izinnya, kapasitasnya, akses permodalannya dan lainnya. Kalau 40 persen anggaran digunakan, maka ini akan menjadi captive market dan produsen bisa memenuhi,” ucapnya.
E-katalog lanjut Ganjar menjadi solusi paling bagus untuk persoalan ini. LKPP sudah membuat terobosan agar produk dalam negeri maupun produk UMKM bisa masuk ke dalam e-katalog.
“Alhamdulillah di Jateng sudah berjalan. E-katalog kita sudah jalan bernama Blangkon Jateng. Jadi begitu LKPP punya ide memasukkan UMKM ke e-katalog, kita langsung komunikasi dan kita undang. Kita sudah sejak tahun lalu berjalan,” pungkasnya.