Pekalongan – Polemik dugaan pungutan liar (pungli) senilai Rp. 20.000 untuk layanan mandi bayi di RSUD Kraton, Kabupaten Pekalongan, terus bergulir. Meski pihak RSUD telah merilis pernyataan resmi yang membantah adanya pungutan tersebut, penjelasan dari pasien justru menambah keraguan publik.
Dalam siaran pers yang dirilis Selasa (6/5), manajemen RSUD Kraton menyatakan tegas bahwa memandikan bayi tidak dikenakan biaya tambahan karena sudah termasuk dalam layanan asuhan keperawatan dan kebidanan. Pihak rumah sakit menyebut bahwa uang Rp. 20.000 yang diberitakan sebelumnya merupakan biaya pengadaan washlap yang digunakan untuk edukasi ibu bayi dalam proses mandikan pertama kali, dan washlap tersebut menjadi milik pasien.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh pasien berinisial Fifi (bukan nama sebenarnya) pada Selasa (06/05) sore. Ia menyatakan tidak pernah menerima washlap, apalagi mendapatkan edukasi terkait cara memandikan bayi dari tenaga medis. “Tidak ada washlap-nya dan tidak ada perbincangan masalah washlap. Apalagi soal edukasi. Gak ada bahasa cara memandikan bayi. Edukasi apa itu? Pokoknya di suruh menyediakan duit dan popok bayi gitu aja,” ujar Fifi.
Fifi juga menyinggung proses mediasi dari pihak rumah sakit yang hanya melalui telepon. “Katanya mau mediasi. Tapi cuma telpon ya, bukan mediasi. Silakan kalau mau ke rumah,” ujarnya menambahkan.
Pasien tidak mempersoalkan nominal uang Rp. 20.000 yang diberikan kepada oknum tenaga medis. Namun, ia menyayangkan ketidakterbukaan informasi, tidak adanya tanda terima resmi, dan praktik pengutipan uang di luar jam pelayanan resmi yang dilakukan sekitar pukul 23.00 WIB. Sepengetahuannya layanan mandi bayi seharusnya sudah termasuk dalam paket persalinan yang dijamin oleh penyelenggara jaminan kesehatan.
Sementara itu, dalam kutipan press release yang sama, RSUD Kraton menyampaikan bahwa penggunaan washlap adalah bagian dari protokol pencegahan infeksi nosokomial dan upaya edukasi kepada ibu bayi. Mereka menegaskan bahwa pasien dapat membawa washlap sendiri atau meminta dibelikan oleh rumah sakit dengan persetujuan.
Hal ini jelas bertolak belakang dengan penuturan pasien.”Saya malah tidak tahu bayinya dimandikan disebelah mana. Pasien sebelah saya itu pingin lihat bayinya dimandikan saja tidak boleh lihat sama perawatnya. Tidak ada edukasi apapun apalagi penjelasan untuk membeli washlap. Tidak ada blas,” kata Fifi.
Hingga kini, belum ada kejelasan apakah internal RSUD Kraton akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran prosedur oleh oknum tenaga kesehatan. Publik juga menanti langkah tegas dari RSUD Kraton Pekalongan dan dinas terkait untuk melakukan investigasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang, serta memastikan transparansi dan hak pasien tetap terjaga. (GUS)