PEKALONGAN – Meski larangan melintas bagi truk-truk besar di jalur Pantura telah diberlakukan sejak awal Mei 2025, kenyataannya kendaraan-kendaraan berat masih terlihat bebas melaju di ruas jalan antara Pemalang hingga Kota Pekalongan. Kondisi ini memicu kemarahan dan kekhawatiran warga yang kian memuncak, terutama di wilayah Kabupaten Pemalang, Batang, Kabupaten Pekalongan, hingga Kota Pekalongan.
Diwilayah tersebut seharusnya truk besar dari arah Pemalang masuk ke Tol Pemalang dan keluar melalui Exit Tol Kandeman, Batang, dan sebaliknya. Namun, pengabaian terhadap kebijakan ini menimbulkan keresahan luas di masyarakat.
“Ini bukan lagi soal rugi atau untung. Ini soal nyawa manusia. Setiap hari masyarakat kami hidup dalam ketakutan,” tegas Anggota DPR RI, Rizal Bawazier, Rabu (28/5/2025). “Baru kemarin ada korban jiwa lagi. Sampai kapan ini dibiarkan?”
Rizal mewakili suara ratusan ribu warga yang sudah lelah dengan situasi ini. Ia menanggapi keras surat dari Aptrindo (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia) kepada Dirjen Perhubungan Darat yang mempersoalkan kerugian ekonomi akibat pembatasan truk besar di jalur Pantura.
“Tidak ada itu kerugian miliaran yang lebih penting dari nyawa. Satu nyawa saja, tidak bisa diganti dengan seluruh kekayaan,” katanya. “Kalau perlu kita bicara triliunan, tapi itu pun tidak akan cukup untuk mengganti satu kehidupan yang hilang di jalan.”
Lebih lanjut, Rizal mengkritik interpretasi sepihak Aptrindo terhadap surat edaran Dirjen Perhubungan Darat Nomor AJ/903/2025. Menurutnya, surat tersebut tidak melarang semua jenis truk, melainkan mengatur secara spesifik kendaraan dengan tonase besar.
Ia pun menyerukan kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. “Saya pesan kepada Kapolres dan Kasatlantas di wilayah agar bertindak tegas namun berlandaskan nurani. Kami memohon dengan hati, bantulah masyarakat yang kalian lindungi. Jangan biarkan jalanan ini menjadi kuburan berjalan.”
Seruan itu juga ia tujukan kepada para kepala daerah di jalur Pantura. “Kami sudah muak. Jalanan dipenuhi truk, kemacetan tak berujung, dan yang lebih parah, korban terus berjatuhan. Apakah harus menunggu keluarga kalian yang jadi korban, baru kalian bertindak?”
Di lapangan, keluhan warga semakin kencang terdengar. Seorang warga, Ugie, mengaku sangat terganggu dengan iring-iringan truk yang masih melintasi jalur Pantura setiap pagi.
“Setiap pagi saya merasa was-was saat mengantar anak sekolah. Truk-truk besar terus melintas, padahal katanya sudah ada aturan agar mereka melewati tol,” ujar Ugie. Ia menyebut sempat merasa lega saat awal aturan diterapkan. Namun harapan itu pupus ketika kendaraan-kendaraan raksasa kembali melintasi jalan utama.
“Sekarang, tiap hari saya harus cari jalan kampung buat kerja. Sudah bosan. Dan jujur, khawatir juga dengan keselamatan,” tambahnya.
Tak hanya membahayakan keselamatan, truk-truk tersebut juga memperparah kerusakan jalan. Meski pihak pengelola jalan tol sudah memberikan potongan tarif hingga 20% bagi truk yang melintas di jalur tol Pemalang–Batang, hal ini belum cukup mendorong para pengusaha angkutan untuk taat aturan.
Masyarakat berharap pemerintah pusat, daerah, serta aparat penegak hukum segera bertindak nyata. “Kami tidak butuh janji, kami butuh solusi. Tolong, jangan tunggu korban berikutnya,” tutup Ugie. (GUS)