Sosok bersahaja itu tampak menyeka air mata haru di sudut matanya. Supeni (51), Kader JKN-KIS paling senior di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Pekalongan, mendatangi salah satu kader binaannya di Kelurahan Medono, Kecamatan Pekalongan Barat, Selasa (27/5). Ia menyambangi rumah Rachmida (38), peserta BPJS yang baru saja melunasi tunggakan setelah menunggak sejak tahun 2021.
Kunjungan ini bukan yang pertama. Supeni sudah hampir empat tahun secara konsisten menjalin silaturahmi dan edukasi kepada Rachmida. Ia kerap datang ke rumah, berbincang dari hati ke hati, dan menyampaikan informasi terkait pentingnya membayar iuran JKN secara rutin.
“Tiap bulan saya datang. Saya tidak pernah lelah, karena saya tahu, pemahaman itu tidak bisa instan. Harus sabar dan tulus. Saya percaya, kalau kita datang dengan niat baik dan hati yang tulus, pesan yang kita sampaikan pasti akan sampai. Yang penting jangan menyerah, karena setiap orang punya waktunya sendiri untuk berubah,” ujarnya dengan senyum hangat.

Sebagai kader senior, Supeni membawahi enam kelurahan: Medono, Pringrejo, Tirto, Podosugih, Kradenan, dan Banyu Urip. Di setiap wilayah itu, ia menjalankan perannya bukan hanya sebagai penghubung informasi, tetapi juga sebagai motivator, pendamping, bahkan tempat curhat. Dalam setiap kunjungannya, Supeni tidak hanya menyampaikan informasi, tapi juga menjadi pendengar yang baik. Ia membangun kedekatan secara personal, menggali alasan mengapa peserta kesulitan membayar, lalu memberi semangat dan solusi.
“Awalnya hanya sapa-sapa biasa, lama-lama jadi akrab. Kita ngobrol macam-macam, dari ekonomi, anak-anak, hingga kesehatan. Rasanya seperti saudara,” tuturnya.
Tak hanya menyosialisasikan pentingnya iuran, Supeni juga mengenalkan layanan digital Mobile JKN yang memudahkan peserta mengakses antrean online, memilih faskes, cek informasi kepesertaan, hingga skrining kesehatan. Semua dilakukan dengan semangat melayani. Setiap bulan, tanpa lelah, ia menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan bukan sekadar asuransi, tetapi jaminan yang bermanfaat sewaktu-waktu, termasuk sebagai syarat administratif.
“Sedia payung sebelum hujan. Kadang orang merasa belum butuh, padahal saat dibutuhkan nanti bisa terlambat,” tegasnya.
Pandemi COVID-19 menjadi awal dari perjalanan berat Rachmida. Sebagai guru kehormatan yang juga membuka les privat, ia kehilangan pendapatan akibat pembatasan kegiatan tatap muka. Saat itu, ia tak sanggup lagi membayar iuran BPJS Kesehatan. Tunggakan pun menumpuk hingga hampir mencapai Rp 10 juta.
“Saya sempat merasa tidak perlu aktif BPJS, karena belum ada keperluan berobat. Tapi karena Bu Supeni sering datang dan bicara dari hati ke hati, saya mulai sadar,” kenang Rachmida.
Kesadaran itu pun tumbuh perlahan. Apalagi saat Rachmida mulai mempersiapkan diri mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Salah satu persyaratannya adalah bukti kepesertaan aktif BPJS Kesehatan. Ia pun segera melunasi tunggakannya pada Kamis, 15 Mei 2025. Beruntung, melalui program keringanan dari BPJS Kesehatan, ia hanya perlu melunasi dua tahun dari total empat tahun tunggakan.
“Alhamdulillah, dari hampir Rp 10 juta, saya hanya bayar sekitar Rp 4 juta. Ada keringanan, dan saya sangat bersyukur,” ungkap Rachmida dengan mata berkaca-kaca. BPJS Kesehatan ternyata penting ya, tidak cuma buat diri sendiri, tapi juga bisa membantu orang lain kalau kita sehat,” ujar Rachmida kini dengan penuh kesadaran.
Ia mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami manfaat dari kepesertaan aktif BPJS Kesehatan. Menurutnya, program keringanan yang ditawarkan sangat membantu, terutama bagi peserta yang memiliki tunggakan cukup lama. Ia pun mendorong agar masyarakat tidak menunggu hingga keadaan mendesak untuk mulai peduli terhadap jaminan kesehatannya.
“Jangan tunggu butuh dulu baru sadar. Lebih baik menjaga daripada menyesal di kemudian hari. Saya sudah merasakan sendiri betapa pentingnya BPJS Kesehatan. Sekarang saya ingin ajak yang lain juga untuk aktif dan peduli,” pesannya. (ns)