PEKALONGAN — Kasus dugaan penipuan dengan modus menjanjikan kelulusan dalam seleksi penerimaan Akademi Kepolisian (Akpol) kembali mencoreng institusi Polri. Kali ini, dua oknum anggota Polres Pekalongan diduga terlibat dalam penipuan terhadap warga Desa Kulu, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, dengan kerugian mencapai Rp 2,6 miliar.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Artanto membenarkan adanya kasus tersebut. Dalam keterangan resmi kepada media pada Kamis (23/10/2025), ia menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan korban berinisial D atau Dwi Purwanto, warga Kulu Karanganyar, yang merasa tertipu oleh para pelaku yang menjanjikan anaknya akan diloloskan dalam seleksi taruna Akpol.
“Kasus ini melibatkan empat orang pelaku yang terdiri dari dua oknum anggota Polri dan dua warga sipil. Modusnya, mereka mengaku memiliki koneksi dan kemampuan untuk meloloskan anak korban dalam seleksi penerimaan Akpol. Korban pun diminta menyerahkan uang hingga total Rp 2,6 miliar,” ungkap Kombes Artanto.

Namun, janji tinggal janji. Setelah seluruh proses seleksi selesai, anak korban dinyatakan tidak lulus, sementara uang yang telah diserahkan tak kunjung dikembalikan. Merasa dirugikan, korban kemudian melapor ke kepolisian.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah kini telah menaikkan status perkara menjadi tahap penyidikan. Sementara itu, Bidang Propam juga tengah menindaklanjuti pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri terhadap dua oknum yang masih berdinas aktif di Polres Pekalongan, masing-masing berinisial F dan AU.
“Kami pastikan penanganan kasus ini dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel. Tidak ada toleransi bagi anggota Polri yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan merusak citra institusi,” tegas Kombes Artanto.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dengan ancaman hukuman penjara masing-masing maksimal empat tahun.
Penyidik juga tengah menelusuri peran dua warga sipil yang diduga turut serta membujuk korban agar percaya dan menyerahkan uang dalam jumlah besar. Identitas keduanya telah diketahui dan saat ini dalam proses pemeriksaan lebih lanjut.
“Peran mereka ini membujuk korban, seolah-olah punya akses ke ‘jalur khusus’ dan kuota dari pejabat tinggi Polri. Padahal semuanya hanya pengakuan palsu untuk meyakinkan korban,” jelasnya.
Kombes Artanto menegaskan, penerimaan anggota Polri tidak dipungut biaya apapun. Masyarakat diimbau tidak mudah tergiur janji-janji oknum yang menawarkan jalan pintas kelulusan.
“Kami mengingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa penerimaan anggota Polri dilaksanakan secara BETAH — Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis,” ujarnya.
Sementara itu, kedua oknum polisi yang terlibat kini masih dimintai keterangan oleh penyidik. Jika terbukti bersalah, keduanya tidak hanya menghadapi proses pidana, tetapi juga sanksi etik dan disiplin dari internal Polri.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra kepolisian di daerah, sekaligus pengingat agar masyarakat tetap waspada terhadap segala bentuk penipuan berkedok “jalur khusus” penerimaan anggota Polri. (Red)