KAJEN – Dwi Purwanto menceritakan bagaimana impiannya menjadikan sang anak seorang perwira polisi berujung kehilangan uang Rp 2,65 miliar. Ia diduga tertipu oleh dua oknum anggota Polres Pekalongan yang mengiming-imingi jalur khusus masuk Akademi Kepolisian (Akpol) dengan biaya fantastis.
Dalam wawancara bersama Rasika FM pada Kamis, 23 Oktober 2025 dirumahnya, Dwi membeberkan kronologi rinci bagaimana ia terperangkap dalam bujuk rayu oknum polisi Polres Pekalongan yang mengaku memiliki “akses istimewa” hingga ke lingkaran teratas kepolisian.
Semua bermula pada 9 Desember 2024, ketika oknum F, menghubungi Dwi melalui pesan. Ia menyinggung rencana Dwi mendaftarkan anaknya ke Akpol, lalu menawarkan bantuan lewat “kenalan yang bisa meloloskan.”
“Awalnya saya menolak karena tidak yakin. Saya minta waktu dua minggu untuk berpikir,” ujar Dwi.
Namun pesan-pesan serupa terus datang. Oknum polisi F kemudian kembali menghubungi Dwi, kali ini membawa kabar tentang ‘kuota khusus Kapolri’ yang disebut bisa menjamin kelulusan tanpa hambatan.
Tak lama, oknum F datang langsung ke rumah Dwi di Karanganyar. Di sana, ia memperkenalkan seseorang bernama oknum AUK, yang disebut sebagai orang kepercayaan adik Kapolri.
Dalam pertemuan itu, oknum AUK berbicara panjang lebar soal mekanisme jalur khusus dan nama-nama penting di baliknya. Anak Dwi bahkan diundang dalam pembicaraan dan sempat difoto untuk dikirim kepada seseorang yang disebut akan “menilai kelayakan fisik.”
“Hasilnya katanya anak saya layak secara kasat mata,” tutur Dwi.

Tak lama kemudian muncul nominal biaya sebesar Rp 3,5 miliar, yang disebut sebagai “biaya administrasi kuota khusus.” Menurut pengakuan pelaku, kuota khusus tersebut awalnya akan dipakai oleh “temannya Pak Kapolri,” namun kemudian tidak jadi dan ditawarkan kepada anak Dwi.
Sebagai tanda keseriusan, Dwi diminta menyerahkan Rp 500 juta terlebih dahulu, sedangkan sisanya dibayarkan setelah proses pantukhir pusat (pemantauan akhir) pada 20 Desember 2024 di Semarang.
Selang beberapa hari, tepatnya 7 Januari 2025 pukul 01.00 dini hari, oknum F kembali menghubungi Dwi, menyampaikan pesan dari AUK untuk menyiapkan uang Rp 1,5 miliar.
“Besoknya, 8 Januari, uang itu diambil langsung oleh AUK di rumah saya,” ungkap Dwi.
Tak berhenti di situ, ia juga mentransfer uang Rp 650 juta ke rekening JW, yang disebut sebagai penghubung ke seseorang bernama A, yang diklaim sebagai adik Kapolri.
“Total uang yang saya serahkan Rp2,65 miliar — Rp 500 juta ke A, Rp 1,5 miliar diambil AUK di rumah, dan Rp 650 juta ditransfer ke JW,” ujar Dwi menegaskan.
Ia mengaku sempat dilanda kecurigaan ketika diminta uang dalam jumlah besar secara mendadak. “Sebenarnya sejak mereka minta Rp 1,5 miliar itu saya sudah curiga. Sudah berpikiran nggak baiklah. Cuma mau gimana lagi, sudah terlanjur percaya,” katanya.
Sejak April 2025, Dwi mengaku sudah lima kali menjalani mediasi dengan para terlapor, namun tidak ada penyelesaian berarti. “Mereka hanya janji-janji saja. Saya capek menunggu,” ucapnya.
Akhirnya, pada 9 Agustus 2025, Dwi memutuskan melapor ke Polda Jawa Tengah, bukan ke Polres Pekalongan. Alasannya, salah satu terlapor, A, berdomisili di Semarang, sementara JW diketahui berasal dari Kediri.
“Saya merasa lebih nyaman melapor ke Polda karena kasusnya lintas wilayah. Saya ingin mencari keadilan dan uang saya dikembalikan,” tegas Dwi.
Meski dua oknum anggota Polres Pekalongan disebut terlibat, Dwi mengaku belum berpikir jauh soal langkah hukum terhadap karier mereka.
“Terkait dua oknum polisi itu saya belum berpikir sejauh itu. Saya lihat dulu itikad baik mereka seperti apa,” pungkasnya.
Polda Jawa Tengah juga memastikan tengah mendalami secara menyeluruh kasus dugaan penipuan jalur khusus masuk Akademi Kepolisian (Akpol) yang menjerat warga Pekalongan, Dwi Purwanto, dengan kerugian mencapai Rp 2,65 miliar.
Kasus ini menyeret dua oknum anggota Polres Pekalongan, masing-masing berinisial A dan F, yang diduga berperan dalam memuluskan komunikasi antara korban dan jaringan pelaku yang mengaku memiliki “akses ke kuota adik Kapolri.” (GUS)