SRAGI – Pasar Desa Mrican seluas 600 meter persegi sudah ditempati puluhan pedagang sejak awal Januari 2024. Namun berdirinya pasar desa tersebut menyisakan polemik. Karena pasar yang sedianya menampung pedagang dari desa Mrican ternyata juga diminati pedagang dari luar desa. Dan ironisnya pasar tradisional yang masuk wilayah Kecamatan Sragi itu diduga dikelola oleh perorangan dan sampai saat ini pihak Pemerintah Desa Mrican tidak mendapat tembusan terkait aktifitas pasar termasuk pedagang yang berjualan.
Sebelumnya, pembongkaran Pasar Desa Muncang, Kecamatan Bodeh Kabupaten Pemalang yang akan digunakan untuk wisata kuliner, menyebabkan ratusan pedagang berjualan di tepian jalan Mrican dan halaman rumah warga. Padahal Pemerintah Kabupaten Pemalang sudah menyiapkan pasar Muncang Baru untuk menampung para pedagang. Pedagang yang berjualan di sepanjang jalan Mrican menimbulkan kemacetan pada jam-jam tertentu. Sebelumnya para pedagang yang berasal dari desa Mrican juga sudah melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Pekalongan dan disepakati aset desa Mrican digunakan untuk pasar Desa Mrican.
Namun sejak pasar desa Mrican berdiri para pedagang tidak berkoordinasi dengan Pemerintah desa Mrican. Sehingga tidak ada kontrol yang jelas terhadap pedagang terutama terkait proses pembangunan untuk lapak para pedagang.
Kepala Desa Mrican, Kurdi buka suara adanya pendirian pasar tersebut. Dirinya mengatakan tidak tahu menahu adanya bangunan yang berdiri di tanah kas desa dan bagaimana pengelolaannya. Bahkan muncul rumor ada penarikan uang retribusi oleh pihak tertentu bagi semua pedagang yang menggelar lapaknya di pasar Desa Mrican.
“Sudah mulai ditempati awal Januari 2024 lalu, berapa pedagang yang pindah ke tempat tersebut saya tidak tahu. Karena setelah saya memberikan SK untuk pembangunan tempat tersebut sampai sekarang belum ada yang laporan ke desa, ” ungkapnya.
Seharusnya, kata dia, setelah proses pembangunan pasar selesai minimal memberi tembusan, laporan ke pemerintah bagaimana langkah selanjutnya. Proses pembangunannya dan pengelolaan keuangan dari hasil retribusi seperti apa. Sehingga muncul kesan pasar liar yang tanpa pengelolaan yang jelas dan beresiko munculnya pungli.
“Setidaknya laporan ke desa, karena tempat yang dibangun merupakan aset desa, konsepnya seperti apa,” pungkasnya. (GUS)